SEJARAH UKM GERAKAN PRAMUKA RACANA RONGGO WARSITO-NIKEN GANDINI



A. Profil berdirinya UKM Gerakan Pramuka Racana Ronggo Warsito-Niken Gandini STAIN Ponorogo
Berdirinya UKM Gerakan Pramuka di STAIN Ponorogo berawal dari kegelisahan mahasiswa yang peduli akan gerakan mahasiswa di perguruan tinggi terutama yang terfokus pada bidang kepramukaan, akan tetapi aktivitas gerakan itu tetap berkaitan erat dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dari itulah muncul sebuah pemikiran dan gagasan untuk membentuk Gerakan Pramuka Pandega yang berpangkalan di STAIN Ponorogo.
Setelah melalui beberapa proses, akhirnya pada tanggal 10 Mei 1994 berdirilah UKM Gerakan Pramuka gugusdepan 04089-04090 yang berpangkalan di STAIN Ponorogo. Untuk Racana Putra diberi nama Ronggo Warsito, dan untuk Racana Putri diberi nama Niken Gandini. Kedua nama tersebut diambil dari dua nama tokoh yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Kabupaten Ponorogo. Untuk megenal lebih jauh siapa beliau berdua akan dijelaskan dibawah ini;
1. Ronggo Warsito
Nama aslinya adalah Bagus Burhan. Ia adalah putra dari Mas Pajangswara juga disebut Mas Ngabehi Ranggawarsita. Ayahnya adalah cucu dari Yasadipura II, pujangga utama Kasunanan Surakarta. Ayah Bagus Burhan merupakan keturunan Kesultanan Pajang sedangkan ibunya adalah keturunan dariKesultanan Demak. Bagus Burhan diasuh oleh Ki Tanujaya, abdi dari ayahnya sampai berusia 12 tahun.Raden Ngabehi Rangga Warsita, lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 15 Maret1802, meninggal di Surakarta, Jawa Tengah, 24 Desember 1873 pada umur 71 tahun.
Ronggo Warsito mulai berguru ilmu agama kepada Kanjeng Kyai Imam Besari di Pondok pesantren Gerbang Tinatar, Tegalsari, Ponorogo. Kanjeng Kyai Imam Besari merupakan menantu Paku Buwana IV dan teman seperguruan R.T Sastranegera. Bagus menjadi salah satu murid yang terpintar, selain pintar Bagus Juga rajin dalam menjalankan ritual dan latihan-latihan yang diberikan di pesantren. Bagus juga kemudian mulai aktif menjadi pengurus pesantren, dan mulai membantu dalam memberikan pelajaran dipesantren. Setelah beberapa tahun mondok di Pesantren dan dirasa sudah cukup pengetahuan dan ilmunya tentang agama, kemudian Bagus Burhan kembali pulang ke Surakarta.
Di Surakarta Bagus Burhan diangkat sebagai Panewu Carik Kadipaten Anom bergelar Raden Ngabei Ronggowarsito, menggantikan ayahnya yang meninggal di penjara Belanda tahun 1830. Lalu setelah kematian Yasadipura II, Ranggawarsita diangkat sebagai pujangga Kasunanan Surakarta oleh Pakubuwana VII pada tanggal 14 September 1845. Pada masa inilah Ranggawarsita melahirkan banyak karya sastra. Hubungannya dengan Pakubuwana VII juga sangat harmonis. Ia juga dikenal sebagai peramal ulung dengan berbagai macam ilmu kesaktian.
Naskah-naskah babad cenderung bersifat simbolis dalam menggambarkan keistimewaan Ranggawarsita. Misalnya, ia dikisahkan mengerti bahasa binatang. Ini merupakan simbol bahwa, Ranggawarsita peka terhadap keluh kesah rakyat kecil. Dan Beliau juga terkenal sebagai pujangga besar budaya Jawa yang hidup diKasunanan Surakarta. Ia dianggap sebagai pujangga besar terakhir tanah Jawa.
Istilah Zaman Edan konon pertama kali diperkenalkan oleh Ranggawarsita dalam Serat Kalatida, yang terdiri atas 12 bait tembang Sinom. Salah satu bait yang paling terkenal adalah:
amenangi zaman édan,
éwuhaya ing pambudi,
mélu ngédan nora tahan,
yén tan mélu anglakoni,
boya keduman mélik,
kaliren wekasanipun,
ndilalah kersa Allah,
begja-begjaning kang lali,
luwih begja kang éling klawan waspada.


yang terjemahannya sebagai berikut:
menyaksikan zaman gila,
serba susah dalam bertindak,
ikut gila tidak akan tahan,
tapi kalau tidak mengikuti (gila),
tidak akan mendapat bagian,
kelaparan pada akhirnya,
namun telah menjadi kehendak Allah,
sebahagia-bahagianya orang yang lalai,
akan lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada.[1]
Syair di atas menurut analisis seorang penulis bernama Ki Sumidi Adisasmito adalah ungkapan kekesalan hati pada masa pemerintahan Pakubuwono IX yang dikelilingi para penjilat yang gemar mencari keuntungan pribadi. Syair tersebut masih relevan hingga zaman modern ini di mana banyak dijumpai para pejabat yang suka mencari keutungan pribadi tanpa memedulikan kerugian pihak lain.
Tujuan dasar dan harapan yang teramat besar dalam pengambilam nama tersebut supaya menjadi uswatun hasanah yang terbangun dalam jiwa pramuka yang berbudi luhur, sehingga mampu menciptakan generasi Gerakan Pramuka yang siap terjun dalam masyarakt luas.
2. Niken Gandini
Niken Sulastri atau yang lebih dikenal dengan Niken Gandini adalah putri dari Kerajaan Wengker yang Bernama Ketut Suryo Ngalam atau lebih di kenal Ki Ageng Kutu. Niken gandini dikenal cantik rupawan, lemah lembut dan berbudi luhur. Beliau adalah istri Batoro Katong yaitu Bupati pertama Ponorogo. Beliau adalah figure seorang ibu yang patut dicontoh bagi masyarakat Ponorogo dan sekitarnya.
Melalui figure Niken Gandini diharapkan Gerakan Pramuka Racana Putri STAIN Ponorogo mampu mencetak generasi putri tidak hanya cantik rupaya saja, tetapi lebih pada cantik budi pekerti serta tutur katanya, sehingga tercapai tujuan menciptakan generasi putri yang siap menjadi panutan bagi masyarakat.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

LOMBA PRAMUKA PENEGAK (LPP) VII IAIN PONOROGO 2024

LOMBA PRAMUKA PENEGAK (LPP) VI IAIN PONOROGO 2023

LOMBA PRAMUKA PENEGAK (LPP) IV IAIN PONOROGO 2021